Dampak Pandemi COVID-19 terhadap pasar finansial

Dampak Pandemi COVID-19 terhadap finansial adalah dampak yang memiliki gejolak ekonomi sangat besar di seluruh negeri termasuk Indonesia dan sangat parah terhadap pasar keuangan, antara lain pasar saham, obligasi, dan komoditas (Termasuk minyak mentah, emas, dll).[1]

Peristiwa besar ini mengakibatkan perang minyak antara Rusia-Arab Saudi juga secara global, beberapa yang harus dijelaskan karena gagal mencapai kesepakatan OPEC+ mengakibatkan jatuhnya harga minyak mentah secara global juga mengancam pasar saham pada Agustus tahun 2021. Harga minyak melonjak sangat jatuh bertepatan dengan kasus covid-19 yang sangat melonjak naik. Efek terhadap pasar adalah bagian dari resesi COVID-19 salah satu dari banyaknya dampak ekonomi akibat pandemi.Dalam seminggu harga minyak di dua global tersebut merosot semakin rendah. Diketahui jika minyak WTI jatuh 8,9%, sementara minyak Brent turun 7,7% dari harga normal. Pasar juga khawatir meningkatnya virus corona varian Delta akan sangat menghambat pertumbuhan ekonomi di bidang perdagangan perminyakan untuk segera normal kembali. Para pelaku pasar begitu mengkhawatirkan keadaan harga minyak karena penurunan harga sangat berlebihan bagi mereka [2]

Risiko keuangan dan negara

Ketika Virus Corona tersebar di Eropa dan Amerika Serikat yang mengakibatkan negara tersebut terisolir dari dunia (virtual) baik itu dari segi ekonomi, keuangan, peringkat kredit, bahkan pakar risiko negara telah bergegas untuk mengatur ulang tentang penilaian mereka sehingga mengingat dengan tantangan geo-ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat krisis.

M.Nicolas Firzli[3], yang menjabat sebagai direktur Dewan Pensiun Dunia (WPC) dan sekaligus anggota dewan penasihat di Fasilitas Infrastruktur Global Bank Dunia, memprediksi jika peristiwa ini adalah krisis keuangan yang lebih besar, dia juga mengatakan bahwa hal ini mengakibatkan banyak bermunculan disfungsi keuangan dan geopolitik yang tidak terlihat.

Akibat krisis yang terjadi, beberapa negara bagian memutuskan melakukan upaya pencegahan untuk menyelamatkan kesehatan masyarakat semakin intensif. Dalam upaya berbagai negara untuk memutuskan rantai virus corona-19 mereka melakukan berbagai cara, seperti kebijakan lockdown, travel ban, dan memberlakukan sistem physical distancing.[4] Upaya tersebut dilakukan agar masyarakat juga tertib dalam hal menjaga kesehatan mereka. Jika tidak dengan kesadaran para masyarakat virus tersebut akan semakin meningkat.

Meredam dampak pandemi di pasar modal

Selain upaya menjaga di segi kesehatan, pemerintah juga berusaha untuk menaikkan ekonomi di Indonesia sebagai pertahanan untuk ketahanan hidup bagi masyarakat terutama bagi pelaku pasar modal, seperti kebijakan pelarangan short selling karena berpotensi mengancam pergerakan harga pasar saham dan mengambil untung di tengah kepanikan pasar. Selain itu juga ada trading halt yang menghalau pasar yang akan mengakibatkan harga pasar melonjak turun sangat drastis yang akan mengakibatkan berbagai UMKM menengah ke bawah akan gulung tikar..

Direktur PT. Anugerah Mega Investama Hans Kwee menjelaskan kondisi krisis tahun 2019 berbeda pola saat krisis sebelumnya di tahun 1998 dan tahun 2008 silam. Sehingga Hans menilai aksi menertibkan pasar modal cukup baik, sehingga mampu meminimalisir tindakan manipulasi pasar secara besar-besaran.

“Pasar modal seharusnya gembira dengan upaya pemerintah. Walaupun membasmi manipulator pasar tidak mudah, tetapi pelaku pasar seharusnya lebih teliti lagi, karena kondisi yang berbeda dengan tahun 1998 dan 2008 dimana keterbukaan informasi terkait sangat terbatas. Sekarang semua data terbuka dan siapa saja bisa mengaksesnya, dengan begitu para investor dapat mempelajari untuk bertahan dengan keadaan untuk meredam dampak pasar modal di pandemi," kata Hans.

[5]

Referensi

  • l
  • b
  • s
Pra-1000
Revolusi Perdagangan
(1000-1760)
  • Great Bullion Famine (sekitar 1400–c. 1500)
  • The Great Debasement (1544–1551)
  • Kehancuran pasar saham Republik Belanda (c. 1600–1760)
  • Kipper und Wipper (1621–1623)
  • Kehancuran Tulip mania (1637)
  • Kehancuran gelembung South Sea (1720)
  • Kehancuran gelembung Mississippi (1720)
Revolusi Industri
(1760–1840)
  • Krisis perbankan Amsterdam 1763
  • Kehancuran gelembung Bengal (1769–1784)
  • Krisis 1772
  • Keruntuhan keuangan Republik Belanda (c. 1780–1795)
  • Panik 1785
  • Kepanikan Tembaga 1789
  • Panik 1792
  • Panik 1796–1797
  • Kebangkrutan negara bagian Denmark 1813
  • Guncangan harga biji-bijian dan penggunaan lahan Irlandia pasca-Napoleon (1815–1816)
  • Panik 1819
  • Panik 1825
  • Panik 1837
1840–1870
Revolusi Industri Kedua
(1870–1914)
  • Panik 1873
  • Kehancuran Paris Bourse 1882
  • Panik 1884
  • Kehancuran Arendal (1886)
  • Krisis Baring (1890)
  • Encilhamento (1890–1893)
  • Panik 1893
  • Krisis perbankan Australia 1893
  • Black Monday (1894)
  • Panik 1896
  • Panik 1901
  • Panik 1907
  • Krisis pasar saham karet Shanghai (1910)
  • Panik 1910–11
Periode antarperang
(1918–1939)
1931–1973
Inflasi Hebat
(1973–1982)
  • Krisis energi 1970-an (1973–1980)
  • Krisis Oktober Kanada (1970)
  • Krisis minyak 1973
  • Kehancuran pasar saham 1973–1974
  • Krisis perbankan sekunder 1973–1975
  • Krisis baja (1973–1982)
  • Krisis utang Amerika Latin (1975–1982)
  • Krisis IMF 1976
  • Krisis energi 1979
  • Hiperinflasi Brasil (1980–1982)
Moderasi Hebat
(1982–2007)
  • Krisis baja (1982–1988)
  • Hiperinflasi Brasil (1982–1994)
  • Kehancuran pasar saham Souk Al-Manakh (1982)
  • Krisis Cile 1982
  • Krisis saham bank Israel 1983
  • Black Saturday (1983)
  • Krisis simpan pinjam (1986–1995)
  • Black Monday (1987)
  • Krisis perbankan Norwegia 1988–1992
  • Kehancuran-mini Jumat ke-13 (1989)
  • Kehancuran gelembung harga aset Jepang (1990–1992)
  • Kejutan harga minyak 1990
  • Krisis perbankan Rhode Island (1990–1992)
  • Krisis ekonomi India 1991
  • Krisis keuangan Swedia 1990-an (1991–1992)
  • Krisis perbankan Finlandia 1990-an (1991–1993)
  • Krisis energi Armenia 1990-an (1991–1995)
  • Periode Khusus Kuba (1991–2000)
  • Black Wednesday (1992)
  • Hiperinflasi Yugoslavia (1992–1994)
  • krisis pasar obligasi 1994
  • Krisis perbankan Venezuela tahun 1994
  • Krisis peso Meksiko (1994–1996)
  • Krisis keuangan Asia 1997
  • krisis keuangan Rusia 1998
  • Krisis ekonomi Ekuador 1998–1999
  • Depresi Hebat Argentina 1998–2002
  • Efek Samba (1999)
  • Gelembung dot-com (2000–2004)
  • Krisis ekonomi Turki 2001
  • Krisis ekonomi Amerika Selatan tahun 2002
  • krisis perbankan Uruguay 2002
  • Krisis perbankan Myanmar 2003
  • Krisis energi Argentina 2004
  • Gelembung saham Tiongkok 2007
  • Hiperinflasi Zimbabwe (2007–sekarang)
Resesi Hebat
(2007–2013)
Revolusi Digital
(2013–sekarang)
  • Daftar krisis perbankan
  • Daftar krisis ekonomi
  • Daftar krisis utang negara
  • Daftar kehancuran pasar saham dan bear market
  1. ^ "Pengaruh Pandemi Covid-19 terhadap Pasar Modal di Indonesia". kumparan. Diakses tanggal 2023-04-12. 
  2. ^ Indonesia, C. N. N. "Harga Minyak Terpukul Kenaikan Kasus Covid-19". ekonomi. Diakses tanggal 2023-04-12. 
  3. ^ voir, la publication (2014-12). "M. NICHOLAS J FIRZLY.LL.M". fr.linkedin.com. Diakses tanggal 2023-04-12.  Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
  4. ^ pen.kemenkeu.go.id https://pen.kemenkeu.go.id/in/page/sosialekonomiglobal. Diakses tanggal 2023-04-12.  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan)
  5. ^ Media, Kompas Cyber (2020-07-28). "Meredam Dampak Pandemi Covid-19 di Pasar Modal Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-04-12.